Pondok Putra Induk
Pondok Putra Pesantren Tebuireng merupakan pondok induk dari beberapa cabang pondok pesantren Tebuireng yang tersebar di Indonesia. Keberadaan pondok ini lebih dulu ada jauh sebelum pendidikan-pendikan formal didirikan di Pesantren Tebuireng.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kondisi Pondok zaman dahulu dengan sekarang mungkin sedikit berbeda baik dari segi fisik maupun system pembinaannya. Dilihat dari fisik jelas kondisi sekarang jauh lebih modern dibanding beberapa tahun silam, akan tetapi perbedaan yang perlu digaris bawahi yaitu tentang system pembinaan, sejak kepengasuhan diamanahkan kepada KH. Salahuddin Wahid, bangunan-bangunan kuno yang selama ini dipakai asrama santri, perlahan direnovasi agar lebih kokoh dan nyaman.
Disamping itu pola pembinaan yang dulu memakai system perwisma, sekarang perkamar karena bangunannya mendukung, dan juga kalau dahulu penempatan asrama santri bersifat hiterogen (campur dari berbagai tingkatan pendidikan), sekarang bersifat homogen (sesuai jenjang pendidikan).
Pola pembinaan seperti ini tidak lain agar pengawasan dan pendampingan santri lebih maksimal terutama dalam hal pembelajaran karena kumpul dalam satu tingkatan.
Sistem Pengajian
Pengajian yang ada di Pondok Putra Pesantren Tebuireng dilaksanakan oleh Majelis Ilmi, yang membawahi 3 program pengajian yaitu Al Qur’an, Takhassus dan Bandongan.
Pengajian Al-Qur’an
Pada awalnya, pengajian Al-Qur’an yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tebuireng menggunakan model bi an-nadzor (dengan membaca langsung), namun untuk mewadahi santri yang ingin menghafalkan Al Qur’an, maka sejak tahun 2016 dibukalah program Tahfidz bagi santri yang sudah lulus Al Qur’an Bin Nadhor. Akan tetapi program tahfidz disini targetnya belum sampai 30 Juz, karena penekanan konsentrasi santri tetap pada pendalaman dan penguasaan kitab kuning.
Pengajian Al-Qur’an ini menggunakan klasifikasi kelas berdasarkan kemampuan yang dimilki oleh santri. Pengklasifikasian ini dimaksudkan untuk memberikan bimbingan dan pengajaran yang sesuai dengan kemampuan. Ada tiga kelompok pengajian Al-Qur’an, yaitu kelompok A, B dan C.
Kelompok A
Kelompok ini adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar fashahah, lancar membaca, tetapi belum memiliki kemampuan baca secara benar. Kelompok ini belum menguasai ketentuan khusus seperti; Musykilat al-Ayat, al-Waqf wa al-Ibtida’ dan Gharaib al-Ayat. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.
Kelompok B
Kelompok ini adalah mereka yang telah menguasai dasar-dasar fashahah, lancar membaca, tetapi belum mampu melafalkan huruf-huruf sebagaimana ketentuan Makharij al-Huruf, Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.
Kelompok C
Kelompok ini adalah mereka yang belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar serta belum memiliki dasar-dasar fashahah. Kelompok in dalam pembinaannya lebih ditekankan pada aspek qira’at, sebagai kelompok pemula, kelompok ini butuh intensitas dan dinamisasi bimbingan. Kelompok ini dibina secara klasikal dengan alokasi waktu satu jam dalam setiap hari.
Metode Bimbingan Al Qur’an
Pada prinsipnya masing-masing kelompok dalam pembinaan mendapat bimbingan yang sama, yaitu;
Guru terlebih dahulu memberikan contoh bacaan.
Guru langsung mendengar bacaan santri.
Metode ini ditambah dengan kebijaksanaan guru yang bersangkutan dengan melihat kemampuan peserta pengajian. Apabila tidak memungkinkan untuk menggunakan metode yang ada, maka harus disesuaikan.
Pengajian Kitab salaf
Pengertian Salaf
Dalam sejarah penulisan kitab, term salaf seringkali dibandingkan dengan term khalaf, yang pengertiannya didasarkan pada patokan periode sebelum dan sesudah abad III Hijriyyah, namun bukan berarti kitab salaf adalah kitab yang ditulis sebelum abad III Hijriyyah, karena kitab salaf yang dipahami di pondok pesantren adalah merupakan kitab yang mempunyai karakteristik :
Menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab baik natsar (prosa) maupun nadzam (syair) tanpa disertai tanda baca.
Kitab salaf pada umumnya karya ulama’ terdahulu (mulai masa pembukuan pemikiran Islam sampai abad pertengahan) karya setelahnya banyak mengembangkan karya para pendahulunya dengan model penulisan mukhtashar, syarah dan hasyiyyah, walaupun muncul karya-karya orisinal lain, namun memiliki keterikatan pola pemikiran dengan pendahulunya (mujtahid muntashib).
Isi kitab berkisar pada ilmu agama (yang meliputi fiqh, tauhid, tasawwuf), ilmu bahasa (seperti nahwu, shorof, balaghah) dan tarikh. Kitab-kitab yang berbicara tentang science (ilmu) dan filsafat seringkali luput pengkajiannya di pondok pesantren.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif linguistik (pendekatan bahasa) dan perbandingan. Walaupun ada pendekatan sosio historis (pendekatan sejarah), namun kurang menonjol dibicarakan di pesantren.
Urgensi Pengajian Kitab Salaf
Secara garis besar di Indonesia utamanya di Jawa, terdapat dua model pengajian agama, model Yaman dan model Mesir. Pesantren mengambil model Yaman, yaitu mengkaji kitab-kitab yang ditulis para ulama’ sebelum kemudian mengacu pada sumber aslinya.
Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin antara lain berorientasi pada pengajaran dan pengembangan ilmu-ilmu agama. Kitab salaf dalam tradisi pesantren diakui sebagai sumber informasi dari ajaran ilmu yang ditulis oleh ulama’ yang memiliki kredibilitas (kemampuan) dan dapat terjaga orisinalitasnya) kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab.
Kriteria dalam memahaminya membutuhkan perangkat bahasa dan lain-lain yang terkait, santri bukan hanya mempelajari terjemahan-terjemahan, tetapi merujuk pada kitab aslinya. Di sinilah urgensinya para santri mempelajari kitab salaf dan ilmu-ilmu alat yang terkait.
Sistem Pengajian Kitab Salaf di Tebuireng
Di pesantren pada awalnya diterapkan dua sistem atau satu dari dua sistem pengajian, yaitu sorogan dan bandongan (weton), namun pada akhirnya berkembang metode klasikal dan takhassus.
Sistem Sorogan
Santri secara individu atau kelompok datang menghadap kyai atau ustdaz dengan membawa kitab tertentu. Pada sistem ini santri bersikap aktif membaca secara individu, memberi makna dan menjelaskan. Sedangkan guru menyimak dangan memberi teguran , bimbingan dan sesekali memberikan keterangan tambahan. Ada dua tahap dalam sistem sorogan ini, yaitu ;
Tahap Pemula, yaitu kyai atau ustadz membaca terlebih dahulu, baru santri mengulang bacaan tersebut dalam waktu yang berbeda
Tahap Lanjutan, yaitu santri langsung membaca kitab, dan kyai atau ustadz langsung menyimak bacaan santri.
Sistem sorogan ini cukup efektif dan dapat mengacu belajar santri, keunggulan metode ini, perkembangan kemampuan santri dapat diamati dan dipacu, dan santri tanpa diawasi akan belajar dengan sungguh-sungguh, kelemahannya adalah kalau dihadapkan pada jumlah komunitas santri yang banyak.
Sistem Bandongan (Weton)
Pada sistem weton , kyai membaca dan menjelaskan, peserta pengajian menyimak dan memberi makna dan jarang sekali terjadi dialog, kelebihan sistem ini peserta tidak terbatas pada jumlah, usia dan kemampuan. Pengajian kilatan bulan Ramadhan yang diselenggarakan di pesantren sangat efektif menggunakan sistem ini.
Di luar sistem tersebut, khususnya Pesantren Tebuireng belakangan dikembangkan sistem klasikal dengan harapan dapat mengatasi kelemahan dua sistem di atas. Sistem ini mengikuti pola berjenjang (berdasarkan kelas) sebagaimana madrasah. Dikembangkan pula musyawarah untuk mempertajam pemahaman santri baik dalam upaya pengembangan maupun tahap pendalaman materi.
Takhashshush
Program ini sebenarnya adalah model pengembangan dari metode sorogan, akan tetapi peserta (santri)-nya sangat dibatasi. Santri yang boleh mengikuti kelas ini hanyalah mereka yang telah lulus seleksi. Demikian juga para ustadz yang membimbing adalah para kyai dan ustadz senior. Metode ini diharapkan dapat mencetak santri yang tafaqquh fi al-din (mendalam dalam ilmu agama), penerus para ulama’. Metode inilah yang sekarang sedang dikembangkan dan mendapat perhatian serius dari Pesantren Tebuireng.
Adapun pembagian jenjang kelas/ tingkatan serta kurikulum program ini sebagai berikut :
Fashohah
Kitab Utama : Juz Amma
Kitab Pendukung : Pedoman Al Qur’an Tebuireng
Stressing : Membaca & menghafal
Ula B
Kitab Utama : Matan Jurumiyah
Kitab Pendukung : Amtsilah Tashrifiyah
Stressing : Menghafal & membaca
Ula A
Kitab Utama : Syarh Jurumiyah
Kitab Pendukung : Amtsilah Tashrifiyah
Stressing : Membaca & memahami
Wustho B
Kitab Utama : Matan Taqrib
Kitab Pendukung : Alfiyah Ibnu Malik
(nadhom pilihan)
Stressing : Membaca & memahami
Wustho A
Kitab Utama